Kamis, 26 Februari 2015

Refleksi terhadap kelompok Devi Yanti

Pratiwi Sakti
P0500214010
Deviyanti maju sebagai single presenter untuk mempresentasikan materi yang diamanahkan baginya. Rekan presenternya berhalangan hadir karena sakit. Materi yang ia bawakan yakni Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis, dia mengawali sebuah presentasi dengan pengertian analisis wacana dan analisis wacana kritis. Menurutnya Linguistik Kritis yakni ilmu yang membahas tentang internal bahasa itu yakni linguistic mikro meliputi fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, semantic dan pragmatic. Analisis wacana Kritis merupakan sebuah ilmu terapan yang menggunakan bahasa sebagai pisau bedah dari sebuah wacana yang dipertuturkan oleh pembicara dalam sebuah wacana. Analisis wacana kritis menggunakan disiplin ilmu lain selain ilmu linguistic sepeti ilmu budaya, psikologi, politik dan situasi serta kondisi wacana tersebut diungkapkan untuk mengetahui apa makna wacana yang dikemukakan oleh seorang penutur.
Pada sesi Tanya jawab, pertanyaan pertama berbunyi: “Berapa persenkah unsur ekstrinsik dari sebuah wacana dapat mempengaruhi bahasa verbal wacana tersebut dan berapa persen unsur intrinsic wacana itu sendiri mempengaruhi bahasa verbal yang diungkapkan oleh pembicara” pertanyaan ini dijawab oleh Deviyanti dengan memberikan sebuah gambaran konkrit mengenai topic yang sedang dibicarakan di masyarakat sekarang yakni “perseteruan KPK vs POLRI” dalam sebuah wawancara singkat wartawan kepada Presiden Jokowi, Jokowi memeberikan jawaban atas pertanyaan “kapan Presiden akan menyelesaikan masalah KPK dan POLRI ini kemudian beliau menjawab “tolong jangan tekan saya” yang dapat dimaknakan dengan berbagai dimensi yakni dari segi budaya karena Jokowi merupakan orang Jawa yang terbiasa menggunakan bahasa yang tidak langsung maka ini dapat diartikan bahwa Jokowi sedang berbicara dengan partai pengusungnya yakni PDIP, dia hendak berkata kepada Partai bahwa “tolong jangan tekan saya” kemudian jika dilihat dari situasinya pada saat itu Jokowi menerima masukan dari seteru politiknya terdahulu yakni Koalisi Merah Putih”. Dapat dikatakan disini bahwa unsur budaya, politik dan latar pendidikan seorang itu mempengaruhi tuturan yang ia utarakan. Ibu Gusna menambahkan bahwa “coba kalian perhatikan seuah bola yang dilemparkan pada satu titik kemudian setelah itu bola tersebut mengenai titik lain juga, ini bermakna bahwa terkadang seseorang mengungkapkan sebuah tuturan didepan si A namun sebenarnya sasaran yang ingin ia bidik sebenarnya adalah B”
So, Analisis Wacana Kritis merupakan pembahasan yang lebih menitikberatkan persoalan pembahasannya pada unsur Linguistik Makro yakni membahasa bahasa serta hubungannya dengan ilmu lain baik itu budaya, latar belakang pendidikan penutur, psikologi penutur dan pendengar, keadaan dan situasi politik serta social kemasyarakatan yang sedang bergejolak saat tuturan dipertuturkan oleh penutur tersebut menuturkan tuturannya.
Pertanyaan selanjutnya lebih menekankan pada perbedaan linguistic Kritis dan Analisis Wacana Kritis dan apakah perbedaan antara analisis wacana Kirtis dengan Analisis wacana. Karena yang sekarang dibahas memakai predikat kritis. Jawaban yang diberikan lebih menekankan kepada “Seluas dan selebar apapun pembahsan dari sebuah wacana baik analisis wacana dan analisis wacana Kritis ada hal mendasar yang perlu diingat yakni bahasa itu sendiri sebagai alat bedahnya. Sebagai seorang yang mempelajari linguistic kita jangan pernah lupa bahwa bahasa meupakan objek yang menjadi pembahasan dalam analisis wacana itu, baik dari segi ketransitifan, kopula, jika dalam Bahasa Inggris terdapat kesesuaian antara subjek dan predikat”.
Selanjutnya Ibu Gusna mempersilahkan kami untuk menganalisis wacana dalam Koran yang telah kami bawa sebagai tugas individu. Kelompok terbentuk menjadi tiga dalam kelas, masing-masing kelompok memeiliki empat anggota. Kami harus menganalisis wacana dnegan menggunakan pisau bedah yang bernama “Mental Process, Material Process dan Ralational Process” Proses Mental  secara garis besar meliputi tiga yakni persepsi seperti melihat dan mendengar, afeksi seperti suka dan takut, kognisi seperti berfikri, mengetahui dan memahami. Proses material yang lebih dikenal dengan act of doing yakni melakukan sesuatu. Proses relasional dicirikan keterkaitan antara participant dengan identitas dan varian-varian. Partisipan dalam proses ini dapat berupa penyandang, atribut, teridentifikasi dan pengidentifikasi serta eksisten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar