ANALISIS
WACANA KRITIS
(Kumpulan Refleksi)
OLEH: NILA
PUSPITA SARI
P0500214006
REFLEKSI
I (Senin, 9 Februari 2015)
Analisis
wacana kritis merupakan hal baru dalam bidang linguistik yang diperkenalkan
semester ini. Awalnya mendengar kata wacana, pemikiran awal hanya menyangkut
arti kata wacana itu sendiri yang sering diungkap dimedia, baik cetak maupun
elektronik dimana berdasarkan konteksnya dimaknai sebagai issue, seperti pada penggalan kalimat “penahanan Mandra sebagai
tersangka oleh pihak kepolisisn bukanlah hanya sekedar wacana. Namun, bila
merujuk pada KBBI 2008, makna wacana tersebut tidak termasuk salah satu dari
kelima makna wacana yang tertera dalam KBBI. Oleh sebab itu, perlu kembali
melihat makna sebenarnya dari wacana tersebut.
Dalam
kaca mata linguistik, secara sederhana wacana dimaknai sebagai unit analisis
akhir yang lebih kompleks dari kalimat, dimana wacana juga merupakan bagian
dari unsur-unsur kebahasaan. Ada beberapa istilah wacana yang coba dikemukakan
oleh para ilmuwan, yang salah satunya ialah J.S Badudu, mendefinisikan wacana
sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga membentuk
makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya, wacana merupakan
satuan bahasa terlengkap, tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan keherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai
awal dan akhir yang nyata, yang disampaikan secara lisan maupun tertulis.
Berdasarkan
pemahaman tersebut, pemahaman tentang wacana tidak terbatas hanya pada
pandangan yang sempit mengenai wacana sebagai unit tertinggi dalam sintaksis
karena didalamnya terdapat unsur-unsur yang membangunnya. Dalam hal ini,
berdasarkan definisi di atas dimana wacana mampu mempunyai awal dan akhir yang
nyata, menjelaskan bahwa ada sesuatu yang membangun wacana itu sehingga mampu
menciptakan sebuah efek. Selain itu, bentuknya yang lisan maupun tertulis juga
mengindikasikan bahwa bentuk konstruksi bahasa lengkap seperti pidato serta
berita yang disampaikan secara lisan juga dapat dianalisis. Empat keahlian
utama dalam linguistik yakni fonologi, morfologi, sintaksis serta semantik,
memiliki ruang lingkup analisis hanya sebatas pada konstruksi kalimat sebagai
bagian yang tertinggi serta makna yang terkandung didalamnya. Analisis wacana
sebagai bagian yang lebih kompleks juga menganalisis keempat skill tersebut beserta elemen lain yang
membentuknya.
Oleh sebab itu, pemahaman lebih lanjut
mengenai wacana, termasuk didalamnya jenis-jenis
wacana harus dipelajari lebih dalam. Pemahaman mengenai jenis-jenis wacana
tentunya akan mempermudah analisis sebuah wacana. Menganalisis wacana dapat
dimulai dengan bentuk wacana yang paling mudah serta membuat analisis yang
masih ringan, dalam hal ini hanya menganalisis koherensi dan kohesi dalam
sebuah wacana serta proses yang terkadnung didalamnya kaitannya dengan jenis wacana.
Pemahaman awal tersebut akan mengantarkan kita pada analisis yang lebih
kompleks, yakni analisis wacana kritis, dimana unit-unit analisisnya pun lebih
kompleks.
REFLEKSI II
(Senin, 16 Februari 2015)
Pemahaman
tentang wacana telah dipaparkan sebelumnya, dimana wacana merupakan unit
analisis terbesar dalam kajian bahasa, dengan koherensi dan kohesi yang sangat
kompleks dan berkesinambungan. Alat untuk menganalisinyalah yang dikenal dengan
istilah analisis wacana. Namun, peristilahan tersebut tidak hanya sampai
disitu, dimana isilahnya kemudian dilengkapi dengan paradigma kata kritis. Selain
itu, hal yang kemudian mengganjal sehubugan dengan kata kritis tersebut adalah
istilah linguistik kritis yang juga menyandang istilah kritis. Keduanya merupakan
bagian dari kajian ilmu bahasa. Pertanyaan besarpun muncul sehubungan dengan
perbedaan diantara keduanya.
Istilah
wacana yang telah dpahami sebelumnya kini dilekati oleh perspektif kritis yang
berlawanan dengan linguistik kritis. Salah satu ahli, yakni Crytal (1991:90)
mendefinisikan linguistik kritis sebagai kajian ilmu bahasa yang bertujuan
mengungkapkan relasi-relasi kuasa tersembunyi (hidden power) dan proses-proses
ideologis yang muncul dalam teks berbentuk tulisan maupun lisan. Berdasarkan
definisi tersebut, linguistik kritis mengkaji aspek kebahasaan dalam sebuah
teks yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini, linguistik
kritis hanya menganalisa sebuah teks dari segi ilmu bahasanya saja. Selanjutnya,
dengan definisi yang berbeda, analisis wacana kritis merupakan salah satu unit
kebahasaan yang tidak hanya mengkaji bahasa meskipun juga berbentuk teks
seperti halnya kajian linguistik kritis, namun juga menghubungkannya dengan ideologi
serta konteks, dimana hasil akhir dalam kajian analisis wacana kritis ialah
bagaimana sebuah teks diproduksi menyesuaikan dengan konteksnya.
Dalam
kehidupan bermasyarakat dewasa ini, yang digadang-gadang sebagai era politikus,
wacana sangatlah menarik untuk dikaji dalam analisis wacana kritis. Mengapa
demikian dikarenakan produksi sebuah teks tidak hanya semata-mata berdasarkan
pengetahuan seorang penulis, melainkan banyak faktor lain yang berada
dibelakang layar dari sebuah produksi wacana. Hal ini dipengaruhi oleh
penyaluran wacana melalui sebuah media. Media inilah yang kemudian memengaruhi
hasil akhir dari sebuah produksi wacana. Keadaan tersebut bukan lagi merupakan
hal yang tabu, dimana produksi wacana baik lisan maupun tulisan sangat kental
dipengaruhi oleh kekuasaan. Kekuasaan dalam hal ini dapat dimaknai dari
beberapa sudut pandang, seperti siapa yang memiliki media, siapa yang sedang
berkuasa serta siapa saja yang mendukung penguasa.
Fenomena
tersebut menggambarkan dalam mengkaji sebuah teks/wacana, analisis wacana
kritis merupakan alat yang sanga akurat dan lebih menantang, dimana kajiannya
tidak hanya fokus pada unsur kebahasaan melainkan hal-hal yang melatarbelakangi
teks tersebut. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahasa tidak lagi pada
porsinya sebagai alat komunikasi yang sesungguhnya, namun juga merupakan “jembatan”
dalam praktik-paraktik negatif oleh para penguasa. Praktik negatif disini
mengacu pada realitas para koruptor yang menggunakan permainan bahasa dalam
membuat pencitraan. Selain itu, permainan bahasa juga digunakan untuk
berkomunikasi sehubungan dengan hal-hal yang sifatnya rahasia. Hal inilah yang
menuntut para linguis dewasa ini untuk lebih krtitis pula dalam menganalisis
bahasa. Dengan demikian, analisis wacana kritis menjadi salah satu pilihan
“alat” dalam mengkaji teks dengan unsur pembentuk yang lebih kompleks serta
analisis ataupun pendekatan yang beragam.
REFLEKSI III
(Senin, 23 Februari 2015)
Pada
minggu keempat perkuliahan (Senin, 23 Maret 2015), perkuliahan analisis wacana
kritis tidak diisi oleh diskusi kelompok seperti biasanya berhubung dosen
pemgampu mata kuliah tersebut berhalangan hadir. Perkuliahan pada hari itu
seharusnya diisi oleh diskusi kelompok saya bersama teman (Sitti Umi Salamah)
yang akan memaparkan materi dengan topik analisis wacana kritis (tokoh,
ideologi dan konteks sosial). Namun, diskusi tersebut harus diundur hingga minggu
depan karena dosen berhalangan hadir. Sebenarnya, makalah kelompok kami sudah
rampung pada minggu sebelumnya, dengan kata lain kami telah siap presentasi
makalah. Namun karena keadaan tersebut presentasi harus ditunda.
Satu
hal yang menguntungkan bagi kelompok kami dengan kejadian tersebut adalah bahwa
kami dapat kembali merevisi materi yang akan disampaikan dalam diskusi
nantinya. Dan benar saja, masih terdapat banyak hal yang harus diperbaiki
sehubungan dengan makalah maupun tampilan slide
dalam program Power Point. Oleh
karena itu kelompok kami terus berdiskusi kembali membahas perampungan materi tersebut
hingga sehari sebelum penampilan kelompok kami. Meskipun diskusi antara kami tidak
cukup rutin (setiap hari) karena adanya rutinitas lain, paling tidak dalam
seminggu sebelumnya, kami saling mengontak beberapa kali untuk membahasnya.
Pada akhirnya, kami mencapai perasaan puas dan siap atas pekerjaan kami dalam
penilaian kami sendiri.
Sehubungan
hal tersebut, saya menyadari serta mempelajari satu hal dalam pembuatan sebuah
karya tulis bahwa untuk mencapai kata “puas” dan “siap” sangat perlu melakukan
revisi hingga berulang kali. Revisi dalam hal ini bisa dalam pengertian
mengubah bentuk secara keseluruhan ataupun hanya memperbaiki kekurangan dari
hasil yang sebelumnya. Hal tersebut sangat penting, selain untuk lebih memahami
apa yang sedang ditulis juga lebih memantapkan hati serta tulisan bahwa inilah
hasil terbaik yang telah saya lakukan. Telah dibuktikan bahwa, dalam melakukan
revisi, akan sangat banyak hal yang harus diperbaiki dimana pada awalnya banyak
yang sudah mengira hasil sebelumnya telah sempurna karena juga melalui proses
dalam pembuatannya. Hal tersebut memang benar, namun sesuai pengalaman serta
petunjuk menulis sebuah karya tulis dari sebuah sumber, revisi merupakan hal
yang patut dilakukan untuk tidak hanya merasa sempurna namun juga memperoleh
“kesempurnaan kuadrat”.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, revisi merupakan hal yang sangat perlu untuk dilakukan
dalam menghasilkan sebuah karya tulis untuk mencapai “kesempurnaan kuadrat”. Sempurna
dalam hal ini tidaklah bermakna bahwa karya kitalah yang terbaik, namun rasa
puas yang tidak bisa tergambarkan karena telah menghasilkan yang terbaik. Hal
ini mempertimbangkan bahwa dalam sebuah karya juga sangat perlu melihat
penilaian orang lain. Oleh sebab itu, merevisi sebuah hasil tulisan maupun
karya lainnya sangat vital dilakukan, selain untuk memperoleh hasil yang
memuaskan juga lebih mempertajam ingatan akan materi yang sedang direvisi.
REFLEKSI IV (Senin, 2
Maret 2015)
Analisis
wacana kritis sebagai alat mengkaji bahasa hubungannya dengan konteks sebagai
hasil analisis tentu memerlukan elemen atau unit-unit analisinya. Banyak ahli
yang menawarkan unit-unit analisis dalam analisis wacana kritis yang kemudian
dikenal sebagai tokoh-tokoh analisis wacana kritis (AWK). Beberapa tokoh yang
sangat berpengaruh dalam perkembangan analisis wacana kritis yakni: Micahel
Foucault, yang analisisnya menghubungkan antara wacana dengan kekuasaan serta
ideologi; Roger Fowler dkk, yang analisisnya menekankan pada konstruksi kata
ataupun struktur kalimat yang membangun sebuah wacana; Theo Van Leeuwen, yang
menekankan pada proses keluaran maupun masukan dalam sebuah wacana. Selain itu,
ada pula Sara Mills yang menekankan analisis wacana pada proses produksinya;
Theun Van Dijk, yang menganalisis wacana berdasarkan tiga dimensi analisis (teks,
kognisi sosial serta konteks) dan Norman Fairlough yang menganalisis wacana
juga berdasarkan tiga dimensi analisis (teks, discursive practice dan
sociocultural practice). Disamping para tokohnya, analisis wacana kritis juga
erat kaitannya dengan istilah ideologi dan konteks sosial, dimana ideologi
berhubungan dengan ideologi individu (penulis/media produksi wacana) maupun
kelompok, dalam hal ini masyarakat serta konteks sosial yang berhubungan dengan
kontekas yang mempengaruhi isi wacana.
Dalam
pemahaman yang berbeda, para ahli menawarkan unit-unit yang bisa digunakan
dalam menganalisis sebuah wacana. Salah satu analaisis yang paling banyak
digunakan dalam menganalisis wacana adalah unit analisis Van Dijk yang
menekankan analisis pada teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Jadi, dimensi
analisisnya meliputi wacana sebagai teks dihubungkan dengan kognisi sosial
penulis serta konteks yang melatarbelakangi produksi teks. Dalam unit analisis
Van Dijk secara detail ketiga dimensi tersebut dijabarkan unsur-unsur
analisisnya, seperti dalam halnya teks terdiri dari unsur sintaksis serta
semantis. Kedua unsur tersebut juga diterangkan secara detail bagian mana dari
wacana yang termasuk dalam unsur tersebut. Sehingga dugaan sementara bahwa
banyak orang mengannggap analisis Van Dijk inilah yang paling mudah. Selain
itu, Van Dijk juga merupakan salah satu tokoh yang juga melihat ideologi dalam
analisis wacana. Ideologi dalam pemahaman Van Dijk berhubungan dengan elemen
makro sebuah wacana yakni struktur sosial yang digambarkan bahwa bagaimana
sebuah teks dihasilkan berdasarkan kepercayaan yang ada masyarakat sebagai pijakan
akan jenis teks yang akan dihasilkan.
Selain alasan tersebut,
alat analisis Van Dijk sesuai dengan bentuk wacana yang berkembang dewasa ini,
dimana wacana bukan hanya sebagai unit kebahasaan yang sanagt kompleks namun
juga sarat dengan istilah praktik ideologi dan praktik sosial yang mempengaruhi
produksi wacana. Berdasarkan gambaran tersebut sangatlah mudah menganalisis
sebuah wacana dalam perspektif wacana kritis menggunakan unit analisis yang
memberikan gambaran secara detail sehingga memudahkan para peneliti dalam
melakukan analisis. Pernyataan tersebut bukan mengarah pada pemaksaan untuk
menggunakan analisis Van Dijk melainkan sebuah gambaran semata untuk para
peneliti agar lebih cakap memilih unit analisis yang sangat dipahami oleh
masing-masing individu sehingga memudahkan para peneliti untuk melalukan
penelitian dalam bidang analisis wacana kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar