Minggu, 08 Maret 2015

REFLEKSI MARIA ARNOLDIA DADJAN URAN 1-4



Maria Arnoldia Dadjan uran
p0500214005

REFLEKSI ANALISIS WACANA KRITIS I

            Pada tanggal 9 februari 2015 merupakan pertemuan Analisis Wacana Kritis (AWK) yang ke dua, saya berada di Larantuka, karena ada beberapa pekerjaan yang belum bisa ditingalkan. Walaupun begitu sibuk, saya tetap berusaha mencari informasi mengenai perkuliahan (AWK). Saya menelpon ke salah satu teman dan bertanya bagaimana perkuliahan hari ini dan bagaimana presentasi kelompok pertama tadi?. Saya mendapatkan informasi bahwa perkuliahannya berjalan dengan lancar dan ada ilmu baru lagi yang di peroleh.
Kami berbincang hanya sekejap saja mengenai perkuliahan hari itu dan juga mengenai materi AWK yang baru dipresentasikan oleh kelompok pertama, yakni analisis wacana dan jenis-jenisnya serta koherensi dan kohesinya. Namun belum banyak yang saya dapatkan saat itu. Saya sadar masih sangat kurang bagi saya untuk memahami materi tersebut dan perlu belajar banyak.  Hal positif yang saya peroleh pada hari itu yakni perasaan sesal saat saya tidak mengikuti  presentasi kelompok pertama tersebut, selain itu kerinduan akan menerima pelajaran dari dosen dan belajar bersama teman-teman serta keinginan untuk  mengetahui dan mempelajari ilmu-ilmu dari mata kuliah diberikan semester itu. Hal itu membuat saya, berkata pada diri sendiri, saya harus segera kembali ke Makassar dan menjalani rutinitas sebagai mahasiswa. Inilah refleksi saya yang kedua.
           
















REFLEKSI ANALISIS WACANA KRITIS II
            Pada pertemuan ketiga dipresentasikan oleh kelompok kedua. Presentasi yang kedua ini membahas mengenai linguistik kritis vs analisis wacana kritis. Presentasi kali ini, berjalan dengan baik, namun yang menjadi kurang lengkap adalah salah satu anggota kelompok dua berhalangan hadir, karena sakit, sehingga hanya dipresentasikan oleh seseorang.
            Pemaparan materi oleh pemateri terlihat penyampaiaannya baik sehingga mudah dipahami. Perhatian dari teman-teman yang sebagai audience saat itu pun menyimak dengan seksama dan fokus. Dan dosen penampu ibu Gusnawaty  pun tetap bersikap tegas dalam memberikan penjelasan tambahan, terkadang dengan cara yang lucu ibu menarik perhatian kami untuk bisa memahami materi tersebut. Terlihat juga partisipasi teman-teman dalam berdikusi, baik memberikan pertanyaan sampai ada pula yang memberikan penjelasan tambahan.
Saya suka ibu selalu memberikan banyak ibarat-ibarat yang mendalam dan begitu sangat berhubungan dengan materi perkuliahan saat itu. Awalnya saya kurang paham apa itu linguistik kritis dan analisis wacana kritis. Adapun saat itu juga, saya sempat berpikir, beberapa pertanyaan mengenai hal itu dibenak saya, seperti apa yang dimaksud dengan linguistik kritis, analisis wacana kritis dan apa kaitan kedua bidang ilmu ini?, bukankah analisis wacana kritis bagian dari linguistik kritis, mengapa kedua ilmu ini dipisahkan?
Setelah menyimak presentasi dari pemateri, saya paham bahwa, linguistik kritis merupakan kajian ilmu bahasa yang bertujuan mengungkapkan relasi-relasi antara kuasa tersembunyi (hidden power) dan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks lisan atau tulisan (Crystal,1991: 90 dalam Santoso,2007:5) dan analisis wacana kritis melihat wacana, pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis (pemikiran berdasarkan kenyataan yang ada) di antara peristiwa diskursif (menyimpang) tertentu dengan situasi, institusi dan struktur sosial yang membentuknya, (Fairclough dan Wodak (1989).  Menurut pemahaman saya berdasarkan pengertian diatas bahwa linguistik kritis lebih menjelakan pada unsur-unsur murni bahasa/internalnya suatu bahasa yakni melihat secara kritis mengenai morfologi, sintaksis, fonologis, dan semantik yang menjadi suatu bahasa dalam bentuk pandangan, ide atau gagasan yang kemudian hadir dalam teks lisan maupun tulisan. Sedangkan analisis wacana kritis, lebih menitik beratkan pada unsur luar kebahasaannya, yakni melalui wacana tergambar kehidupan sosial, sejarah,  budaya, ekonomi dll, yang mana melalui wacana masuklah ideologi-ideologi dari berbagai bidang ilmu yang mampu baik secara sadar maupun secara tidak sadar memengaruhi masyarakat yang membaca atau mendengarkan wacana atau teks tersebut.
Melalui pembelajaran AWK ini, khusunya pada materi presentasi ini awalnya saya berpikir bahwa analisis wacana kritis ini merupakan bagian dari linguistik kritis namun kedua ilmu ini berbeda walaupun sebenarnya masih saling berkaitan. Dari pembelajaran ini saya sudah mengetahui dan memperoleh ilmu baru yakni linguistik kritis dan analisis wacana kritis.





REFLEKSI ANALISIS WACANA KRITIS III

Pada pertemuan yang ketiga ini, tidak ada kegiatan perkuliahan analisis wacana kritis, karena ibu Dr. Gusnawaty, M.Hum sebagai dosen penampu berhalangan hadir. Ketidakhadiran ibu pada hari itu, membuat saya kembali lambat bangun pagi dan juga disertai perasaan malas yang sering datang menghantui setiap kali ingin menjalani rutinitas kembali. Namun, saya harus tetap bangun dan mempersiapakan diri untuk ke kampus mengikuti mata kuliah selanjutnya.
Sebelum mengikuti mata kuliah selajutnya yakni fonoloogi generatif yang akan diberikan oleh bapak Prof. Dr. H. Hamzah A. Machmoed. M. A, saya mendapat buku foto copy AWK dengan judul Teori dan Analisis Wacana (Pendekatan Sistemik Fungsional). Saya mengambil buku tersebut dan membaca sekilas mengenai topik-topik yang ada di dalam buku tersebut. Saya kembali teringat, bahwa ibu Dr. Gusnawaty, M.Hum pernah melalukan penelitian analisis wacana fungsional dan cara menganalisisnya pernah diberikan juga kepada kami.  Berhubung bapak Prof. Dr. H. Hamzah A. Machmoed. M. A sudah datang, sapun menutup buku AWK dan mengikuti perkuliahan Fonologi Generatif. Saya berniat, saya akan membaca buku ini. Inilah refleksi yang ketiga saya.


















REFLEKSI ANALISIS WACANA KRITIS IV
            Pada pertemuan yang kelima ini, kegiatan presentasi kembali dilaksanakan oleh pemateri dari kelompok III. Presentasi kali ini membahas mengenai tokoh, ideologi serta konteks sosial. Kedua pemateri memberikan penjelasan dengan baik, secara sangat detail mengenai tokoh-tokoh AWK dengan ideologinya serta kontek sosialnya. Ada juga penjelasan tambahan dari ibu Gusnawaty yang memperjelas materi pembahasan saat itu, selain itu respon balik dan partisipasi teman-teman pun selalu ada, baik dalam bentuk pertanyaan maupun penjelasan tambahan.
            Saat itu, saya baru mengenal tokoh-tokoh AWK. Setiap tokoh memiliki padangan yang berbeda-beda namun ada pula yang hampir sama. Ada yang sama dalam ideologinya namun teknik dan hal-hal yang diperlukan dalam menganalisis wacana itu berbeda. Saya sempat berpikir, apa yang menjadi mereka berbeda dalam melihat wacana. Ada satu kalimat yang diucapkan ibu Gusnawaty yang menarik bagi saya, yakni “bijaklah melihat fakta-fakta dalam bahasa”.
            Dari pernyataan ibu Gusnawaty, menurut pemahaman saya mengenai pernyataan ibu di atas bahwa selama berbahasa kita sebagai manusia harus berpikir dan berperilaku bijak mengoreksi , menanggapi setiap bahasa dalam hal ini berkaitan dengan wacana atau teks. Kita tidak bisa hanya membeo saja dengan pendapat/argumen/ideologinya orang. Tindakan bijak  melihat fakta bahasa ini, bukan untuk menjatuhkan seseorang yang menulis  ataupun berbicara tentang sesuatu  tetapi membuat kita secara kritis memilah-milah nilai positif yang dapat kita ambil dan nilai negatif yang perlu dihindari. Sehingga bagi saya, analisis wacana kritis bukan hanya saja menganalisis namun kita diajar untuk mampu bersikap lebih kritis  melihat dan menanggapi berbagai aspek persoalan hidup yang terjadi yang banyak dituangan melalui bahasa dalam bentuk wacana, berita, maupun teks.
            Berdasarkan sikap kritis ini juga, maka memunculkan tokoh-tokoh analisis wacana kritis yang melihat dan mengoreksi setiap wacana, berita, mapuna teks yang ditulis oleh orang-orang yang memiliki ideologi tertentu mengenai kepentingan pribadi maupun kelompok.  Sikap kritis setiap tokoh-tokoh analisis wacana ini dituangkan dan dikaji  dalam bahasa tulisan dan bahasa lisan melalui analisis yang bukan hanya saja menganalisis tetapi menanggapi secara serius sesuai dengan kenyatan dengan komentar-komentar kritis. Hal ini menyadarkan saya, bahwa jika suatu saat menjadi seorang penganalisis harusnya lebih bersikap kritis dan bijak melihat dan menggali fakta-fakta dalam bahasa melalui wacana, berita, mapun teks, jangan hanya asal menganalisis tetapi harus ada nilai positif yang ada didalamnya yang dapat diambil dan disharekan kepada sesama.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar