Maria Arnoldia Dadjan uran
p0500214005
REFLEKSI ANALISIS
WACANA KRITIS I
Pada
tanggal 9 februari 2015 merupakan pertemuan Analisis Wacana Kritis (AWK) yang
ke dua, saya berada di Larantuka, karena ada beberapa pekerjaan yang belum bisa
ditingalkan. Walaupun begitu sibuk, saya tetap berusaha mencari informasi
mengenai perkuliahan (AWK). Saya menelpon ke salah satu teman dan bertanya
bagaimana perkuliahan hari ini dan bagaimana presentasi kelompok pertama tadi?.
Saya mendapatkan informasi bahwa perkuliahannya berjalan dengan lancar dan ada
ilmu baru lagi yang di peroleh.
Kami berbincang hanya sekejap saja
mengenai perkuliahan hari itu dan juga mengenai materi AWK yang baru
dipresentasikan oleh kelompok pertama, yakni analisis wacana dan jenis-jenisnya
serta koherensi dan kohesinya. Namun belum banyak yang saya dapatkan saat itu.
Saya sadar masih sangat kurang bagi saya untuk memahami materi tersebut dan
perlu belajar banyak. Hal positif yang
saya peroleh pada hari itu yakni perasaan sesal saat saya tidak mengikuti presentasi kelompok pertama tersebut, selain
itu kerinduan akan menerima pelajaran dari dosen dan belajar bersama teman-teman
serta keinginan untuk mengetahui dan
mempelajari ilmu-ilmu dari mata kuliah diberikan semester itu. Hal itu membuat
saya, berkata pada diri sendiri, saya harus segera kembali ke Makassar dan
menjalani rutinitas sebagai mahasiswa. Inilah refleksi saya yang kedua.
REFLEKSI ANALISIS
WACANA KRITIS II
Pada pertemuan ketiga dipresentasikan
oleh kelompok kedua. Presentasi yang kedua ini membahas mengenai linguistik
kritis vs analisis wacana kritis. Presentasi kali ini, berjalan dengan baik,
namun yang menjadi kurang lengkap adalah salah satu anggota kelompok dua
berhalangan hadir, karena sakit, sehingga hanya dipresentasikan oleh seseorang.
Pemaparan
materi oleh pemateri terlihat penyampaiaannya baik sehingga mudah dipahami.
Perhatian dari teman-teman yang sebagai audience
saat itu pun menyimak dengan seksama dan fokus. Dan dosen penampu ibu
Gusnawaty pun tetap bersikap tegas dalam
memberikan penjelasan tambahan, terkadang dengan cara yang lucu ibu menarik
perhatian kami untuk bisa memahami materi tersebut. Terlihat juga partisipasi
teman-teman dalam berdikusi, baik memberikan pertanyaan sampai ada pula yang
memberikan penjelasan tambahan.
Saya suka ibu selalu memberikan banyak
ibarat-ibarat yang mendalam dan begitu sangat berhubungan dengan materi
perkuliahan saat itu. Awalnya saya kurang paham apa itu linguistik kritis dan
analisis wacana kritis. Adapun saat itu juga, saya sempat berpikir, beberapa
pertanyaan mengenai hal itu dibenak saya, seperti apa yang dimaksud dengan
linguistik kritis, analisis wacana kritis dan apa kaitan kedua bidang ilmu
ini?, bukankah analisis wacana kritis bagian dari linguistik kritis, mengapa
kedua ilmu ini dipisahkan?
Setelah menyimak presentasi dari
pemateri, saya paham bahwa, linguistik kritis merupakan kajian ilmu bahasa yang
bertujuan mengungkapkan relasi-relasi antara kuasa tersembunyi (hidden power)
dan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks lisan atau tulisan
(Crystal,1991: 90 dalam Santoso,2007:5) dan analisis wacana kritis melihat
wacana, pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik
sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan
dialektis (pemikiran berdasarkan kenyataan yang ada) di antara peristiwa
diskursif (menyimpang) tertentu dengan situasi, institusi dan struktur sosial
yang membentuknya, (Fairclough dan
Wodak (1989). Menurut pemahaman saya
berdasarkan pengertian diatas bahwa linguistik kritis lebih menjelakan pada
unsur-unsur murni bahasa/internalnya suatu bahasa yakni melihat secara kritis
mengenai morfologi, sintaksis, fonologis, dan semantik yang menjadi suatu
bahasa dalam bentuk pandangan, ide atau gagasan yang kemudian hadir dalam teks
lisan maupun tulisan. Sedangkan analisis wacana kritis, lebih menitik beratkan
pada unsur luar kebahasaannya, yakni melalui wacana tergambar kehidupan sosial,
sejarah, budaya, ekonomi dll, yang mana
melalui wacana masuklah ideologi-ideologi dari berbagai bidang ilmu yang mampu
baik secara sadar maupun secara tidak sadar memengaruhi masyarakat yang membaca
atau mendengarkan wacana atau teks tersebut.
Melalui
pembelajaran AWK ini, khusunya pada materi presentasi ini awalnya saya berpikir
bahwa analisis wacana kritis ini merupakan bagian dari linguistik kritis namun
kedua ilmu ini berbeda walaupun sebenarnya masih saling berkaitan. Dari
pembelajaran ini saya sudah mengetahui dan memperoleh ilmu baru yakni
linguistik kritis dan analisis wacana kritis.
REFLEKSI ANALISIS
WACANA KRITIS III
Pada pertemuan yang
ketiga ini, tidak ada kegiatan perkuliahan analisis wacana kritis, karena ibu
Dr. Gusnawaty, M.Hum sebagai dosen penampu berhalangan hadir. Ketidakhadiran
ibu pada hari itu, membuat saya kembali lambat bangun pagi dan juga disertai perasaan
malas yang sering datang menghantui setiap kali ingin menjalani rutinitas
kembali. Namun, saya harus tetap bangun dan mempersiapakan diri untuk ke kampus
mengikuti mata kuliah selanjutnya.
Sebelum mengikuti
mata kuliah selajutnya yakni fonoloogi generatif yang akan diberikan oleh bapak
Prof. Dr. H. Hamzah A. Machmoed. M. A, saya mendapat buku foto copy AWK dengan
judul Teori dan Analisis Wacana (Pendekatan Sistemik Fungsional). Saya
mengambil buku tersebut dan membaca sekilas mengenai topik-topik yang ada di
dalam buku tersebut. Saya kembali teringat, bahwa ibu Dr. Gusnawaty, M.Hum pernah
melalukan penelitian analisis wacana fungsional dan cara menganalisisnya pernah
diberikan juga kepada kami. Berhubung
bapak Prof. Dr. H. Hamzah A. Machmoed. M. A sudah datang, sapun menutup buku
AWK dan mengikuti perkuliahan Fonologi Generatif. Saya berniat, saya akan
membaca buku ini. Inilah refleksi yang ketiga saya.
REFLEKSI ANALISIS
WACANA KRITIS IV
Pada pertemuan yang kelima ini, kegiatan
presentasi kembali dilaksanakan oleh pemateri dari kelompok III. Presentasi
kali ini membahas mengenai tokoh, ideologi serta konteks sosial. Kedua pemateri
memberikan penjelasan dengan baik, secara sangat detail mengenai tokoh-tokoh
AWK dengan ideologinya serta kontek sosialnya. Ada juga penjelasan tambahan
dari ibu Gusnawaty yang memperjelas materi pembahasan saat itu, selain itu
respon balik dan partisipasi teman-teman pun selalu ada, baik dalam bentuk
pertanyaan maupun penjelasan tambahan.
Saat itu,
saya baru mengenal tokoh-tokoh AWK. Setiap tokoh memiliki padangan yang
berbeda-beda namun ada pula yang hampir sama. Ada yang sama dalam ideologinya
namun teknik dan hal-hal yang diperlukan dalam menganalisis wacana itu berbeda.
Saya sempat berpikir, apa yang menjadi mereka berbeda dalam melihat wacana. Ada
satu kalimat yang diucapkan ibu Gusnawaty yang menarik bagi saya, yakni
“bijaklah melihat fakta-fakta dalam bahasa”.
Dari
pernyataan ibu Gusnawaty, menurut pemahaman saya mengenai pernyataan ibu di
atas bahwa selama berbahasa kita sebagai manusia harus berpikir dan berperilaku
bijak mengoreksi , menanggapi setiap bahasa dalam hal ini berkaitan dengan
wacana atau teks. Kita tidak bisa hanya membeo saja dengan
pendapat/argumen/ideologinya orang. Tindakan bijak melihat fakta bahasa ini, bukan untuk menjatuhkan
seseorang yang menulis ataupun berbicara
tentang sesuatu tetapi membuat kita secara
kritis memilah-milah nilai positif yang dapat kita ambil dan nilai negatif yang
perlu dihindari. Sehingga bagi saya, analisis wacana kritis bukan hanya saja
menganalisis namun kita diajar untuk mampu bersikap lebih kritis melihat dan menanggapi berbagai aspek
persoalan hidup yang terjadi yang banyak dituangan melalui bahasa dalam bentuk
wacana, berita, maupun teks.
Berdasarkan
sikap kritis ini juga, maka memunculkan tokoh-tokoh analisis wacana kritis yang
melihat dan mengoreksi setiap wacana, berita, mapuna teks yang ditulis oleh
orang-orang yang memiliki ideologi tertentu mengenai kepentingan pribadi maupun
kelompok. Sikap kritis setiap tokoh-tokoh
analisis wacana ini dituangkan dan dikaji dalam bahasa tulisan dan bahasa lisan melalui
analisis yang bukan hanya saja menganalisis tetapi menanggapi secara serius sesuai
dengan kenyatan dengan komentar-komentar kritis. Hal ini menyadarkan saya,
bahwa jika suatu saat menjadi seorang penganalisis harusnya lebih bersikap
kritis dan bijak melihat dan menggali fakta-fakta dalam bahasa melalui wacana,
berita, mapun teks, jangan hanya asal menganalisis tetapi harus ada nilai
positif yang ada didalamnya yang dapat diambil dan disharekan kepada sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar