Minggu, 08 Maret 2015

Refleksi



Refleksi presentasi NIla dan Ibu Umi
 
Nila, aku dan dian masuk kelas lebih awal. Hari ini adalah hari nila presentasi, setelah sebelumnya presentasinya ditunda pecan lalu. Pecan lalu ibu Gusna berhalangan hadir. Dia menghadiri seminar temannya di Bali yang bernama Davina, apakah dia orang Jawa?. Tidak orang sini, kata lia. Saya pikir mungkin ada sesuatu yang istimewa dengan PPS Bali jika dia memilih melanjutkan Studi disana dibanding ditempat lain. Mendengar kabar bahwa Ibu Gusna tidak masuk kelas, aku memutuskan untuk mengurus hal lain. Beberapa saat prof hamzah masuk dan mengajar seperti biasa. Seminggu berlalu begitu cepat melesat bagai anak panah. Giliran Ibu Umi dan Nila sekarang untuk presentasi. Nila sangat antusias untuk memandu presentasinya hari ini, dia terlihat anggun dnegan tampilan rok warna kremnya. Rok yang ia persiapkan sehari sebelumnya, dia salah satu teman kos yang kocak.
Presentai mereka kali ini berjudul “Idealogi dan tokoh analisis wacana” Nila seperti biasa, selalu berapi-api mempresentasikan materinya. Ibu Umi pun demikian, Nila memulai presentasinya dengan memperkenalkan tokoh AWK yang meninggal karena AIDS, yang ini lebih mudah diingat karena skandalnya. Tokoh AWK yang paling terkenal menurut saya selanjtunya adalah Van Dijk. Pemikirannya digunakan tidak hanya oleh ahli linguistic tapi juga ahli komunikasi dan media. Mengapa? Kemarin ada seorang wartawan yang menggunakan terorinya untuk menganisis wacana dalam kasus korupsi mega Proyek Hambalang. Tokoh AWK selanjutnya yang paling menonjol adalah Sara Mills, mengapa? Karena dia tokoh AWK yang mengusung feminism di Barat. Rupanya saya lebih mudah mengingat tokoh AWK jika dia memiliki kekhususan disalah satu bidang. Atau mungkin memiliki kasus yang tidak lazim bagi seorang ilmuan.
Ibu Umi melanjutkan penjelasanya dengan idealogi dengan penjelasan yang membumi dan menyentuh namun tidak meninggalkan sisi ilmiah. Ibu Umi sangat menguasai materi dan memberikan ruang kepada kami untuk bertanya dan mengklarifikasi hal  yang belum jelas. Tentu saja seperti pada semester sebelumnya, Ibu gusna memberikan contoh nyata yang selalu membuat kami sadar dengan kenyataan yang sedang diberitakan di media. Satu frasa yang sangat melekat sejak semester pertama yang pernah diutarakan oleh iBu Umi kemudian dikuote lagi oleh Pak Mustakim. Media itu kita perhatikan siapa pemiliknya? Dia berpihak kepada siapa? Dan berada dikepentingan mana?. Dia mencontohkan dua TV berita swasta nasional yang masing-masing memberitakan untuk kepentingan tuannya. Kemudian Ibu Gusna memberikan contoh nyata bahwa ada senior yang membahas pada tesisnya tentang analisis wacana pada pemberitaan di Koran Online yang berpihak pada salah satu capres tahun lalu.
Pertanyaanpun datang dari beberapa peserta tentang pernyataan dari cita-citata. Jika ahmad menginterpretasikan bahwa pernyataan cita-citata yang berbau rasial sebagai hal yang bukan berbau rasial maka itu berbeda dnegan pendapat saya dan kebanyakan peserta seminar termasuk pemakalah yang mengatakan bahwa pernyataan cita-cita sebagai hal yang rasial. Saya melihat pernyataan yang dikemukakan oleh cita-citat jika dianalis menggunakan AWK sangat rasial. Idealogi menurut pemaparan Ibu Umi adalah sesuatu yang mendasr dan mengakar dan bersifat social. Idealogi walaupun bersifat social, idealogi hanya ada pada pemikiran dan pemahaman bagi sekelompok orang yang menganut idealogi tersebut. Pada akhir sesi ibu gusna tidak lupa mengingatkan walaupun pada wacana tersebut tela banyak penafsiran yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan factor diluar wacana. Kita harus tetap kembali kepada wacana itu sebagia pisau bedah karena ingat, yang kita pelajari adalah linguistiknya.                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar