Refleksi presentasi NIla dan Ibu Umi
Nila, aku dan dian
masuk kelas lebih awal. Hari ini adalah hari nila presentasi, setelah
sebelumnya presentasinya ditunda pecan lalu. Pecan lalu ibu Gusna berhalangan
hadir. Dia menghadiri seminar temannya di Bali yang bernama Davina, apakah dia
orang Jawa?. Tidak orang sini, kata lia. Saya pikir mungkin ada sesuatu yang
istimewa dengan PPS Bali jika dia memilih melanjutkan Studi disana dibanding
ditempat lain. Mendengar kabar bahwa Ibu Gusna tidak masuk kelas, aku memutuskan
untuk mengurus hal lain. Beberapa saat prof hamzah masuk dan mengajar seperti
biasa. Seminggu berlalu begitu cepat melesat bagai anak panah. Giliran Ibu Umi
dan Nila sekarang untuk presentasi. Nila sangat antusias untuk memandu
presentasinya hari ini, dia terlihat anggun dnegan tampilan rok warna kremnya. Rok
yang ia persiapkan sehari sebelumnya, dia salah satu teman kos yang kocak.
Presentai mereka
kali ini berjudul “Idealogi dan tokoh analisis wacana” Nila seperti biasa,
selalu berapi-api mempresentasikan materinya. Ibu Umi pun demikian, Nila
memulai presentasinya dengan memperkenalkan tokoh AWK yang meninggal karena
AIDS, yang ini lebih mudah diingat karena skandalnya. Tokoh AWK yang paling
terkenal menurut saya selanjtunya adalah Van Dijk. Pemikirannya digunakan tidak
hanya oleh ahli linguistic tapi juga ahli komunikasi dan media. Mengapa? Kemarin
ada seorang wartawan yang menggunakan terorinya untuk menganisis wacana dalam
kasus korupsi mega Proyek Hambalang. Tokoh AWK selanjutnya yang paling menonjol
adalah Sara Mills, mengapa? Karena dia tokoh AWK yang mengusung feminism di
Barat. Rupanya saya lebih mudah mengingat tokoh AWK jika dia memiliki
kekhususan disalah satu bidang. Atau mungkin memiliki kasus yang tidak lazim
bagi seorang ilmuan.
Ibu Umi melanjutkan
penjelasanya dengan idealogi dengan penjelasan yang membumi dan menyentuh namun
tidak meninggalkan sisi ilmiah. Ibu Umi sangat menguasai materi dan memberikan
ruang kepada kami untuk bertanya dan mengklarifikasi hal yang belum jelas. Tentu saja seperti pada
semester sebelumnya, Ibu gusna memberikan contoh nyata yang selalu membuat kami
sadar dengan kenyataan yang sedang diberitakan di media. Satu frasa yang sangat
melekat sejak semester pertama yang pernah diutarakan oleh iBu Umi kemudian
dikuote lagi oleh Pak Mustakim. Media itu kita perhatikan siapa pemiliknya? Dia
berpihak kepada siapa? Dan berada dikepentingan mana?. Dia mencontohkan dua TV
berita swasta nasional yang masing-masing memberitakan untuk kepentingan
tuannya. Kemudian Ibu Gusna memberikan contoh nyata bahwa ada senior yang
membahas pada tesisnya tentang analisis wacana pada pemberitaan di Koran Online
yang berpihak pada salah satu capres tahun lalu.
Pertanyaanpun datang
dari beberapa peserta tentang pernyataan dari cita-citata. Jika ahmad
menginterpretasikan bahwa pernyataan cita-citata yang berbau rasial sebagai hal
yang bukan berbau rasial maka itu berbeda dnegan pendapat saya dan kebanyakan
peserta seminar termasuk pemakalah yang mengatakan bahwa pernyataan cita-cita
sebagai hal yang rasial. Saya melihat pernyataan yang dikemukakan oleh
cita-citat jika dianalis menggunakan AWK sangat rasial. Idealogi menurut
pemaparan Ibu Umi adalah sesuatu yang mendasr dan mengakar dan bersifat social.
Idealogi walaupun bersifat social, idealogi hanya ada pada pemikiran dan
pemahaman bagi sekelompok orang yang menganut idealogi tersebut. Pada akhir
sesi ibu gusna tidak lupa mengingatkan walaupun pada wacana tersebut tela
banyak penafsiran yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan factor diluar
wacana. Kita harus tetap kembali kepada wacana itu sebagia pisau bedah karena
ingat, yang kita pelajari adalah linguistiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar